harian44 - Lembaga Bantuan Hukum Surabaya yang ada di Jawa
Timur, saat ini telah meminta pemerintah yang berkomitmen untuk segera menuntaskan
kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap Munir yang telah meninggal
dalam sebuah penerbangan menuju Amsterdam, Belanda.
Direktur LBH Surabaya, Abdul Wachid Habibullah menyatakan
bahwa, di hari meninggalnya Munir akan selalu diperingati oleh pembela HAM.
" Tidak saja agar bisa mengenang jasa-jasa Cak Munir, tetapi lebih jauh lebih
untuk selalu memupuk dan serta menumbuhkan semangat juang dan nilai-nilai yang
dibangun oleh Cak Munir, merupakan salah satunya yang dulu besar di LBH
Surabaya dalam mendorong pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan HAM," ucapnya
dia dilansir Antara, Sabtu (7/9/2019).
Ia juga menjelaskan bahwa , adanya penuntasan kasus
pembunuhan Munir akan menjadi sebuah pekerjaan rumah besar bagi negara. Hingga sampai
saat ini pemerintahan Jokowi juga akan segera memasuki dua periode pun
penyelesaian kasus Munir juga masih mandek, meskipun salah satu janji Jokowi
adalah untuk menyelesaikan kasus Munir.
" Pembunuhan yang terjadi terhadap Munir juga
menunjukkan betapa lemahnya peran negara dalam memberikan perlindungan terhadap
pembela HAM," ucap dia.
Ia juga mengatakan, selain adanya kekerasan atau ancaman
fisik, pembela HAM ini ternyata juga seringkali dilaporkan ke polisi atau
digugat secara perdata di pengadilan.
" Tren yang sering muncul belakangan ini, untuk pembela
HAM sering kali berhadapan dengan yang namanya hukum. Hal ini yang dinamakan dengan
SLAPP (Strategic Lawsuit Againts Public Partisipation). Pembela HAM telah dikriminalisasi
atau digugat secara perdata, " jelasnya dia.
Ia mengatakan, dalam instrumen hukum akan dijadikan sebagai
alat untuk membungkam, dan LBH Surabaya banyak menangani kasus seperti ini,
baik yang dialami oleh para buruh, petani, aktivis lingkungan maupun aktivis
antikorupsi. "Oleh karena itu, untuk
LBH Surabaya selalu mengharapkan pemerintah Jokowi dapat menuntaskan kasus
Munir," kata dia.
LBH Surabaya: Penyitaan Buku di Probolinggo Langgar Hukum
Sebelumnya, LBH Surabaya juga sudah mengecam aksi
penyitaan oleh para pihak Polsek Kraksaan dan TNI Kabupaten Probolinggo
terhadap buku-buku yang saat ini telah diduga memuat ajaran komunis milik
komunitas Vespa Literasi pada tanggal 27 Juli 2019.
Pegiat komunitas tersebur, Muntasir Billah (24) dan juga Saiful
Anwar (25) juga ikut turut diamankan oleh para polisi. Ada sekitar empat buku
yang disita oleh polisi yaitu, Aidit Dua Wajah Dipa, Sukarno, Marxisme, dan
Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia, Menempuh Jalan Rakyat, juga
yang berjudul D.N. Aidit "Sebuah Biografi Ringkas".
Dilansir harian44, Direktur LBH Surabaya, Abdul Wahid
mengatakan bahwa, adanya penyitaan buku-buku tersebut akan melanggar putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-VIII/2010.
Putusan tesebut menyebutkan bahwa dalam penyitaan yang
terjadi tanpa adanya proses peradilan merupakan suatu proses eksekusi ekstra
yudisial yang bertentangan dengan konsep negara hukum. Penyitaan harus di
lakukan melalui proses peradilan terlebih dahulu.
" Selain itu, keterlibatan TNI dalam penyitaan buku tersebut
termasuk tindakan melampaui wewenang, abuse of power sebab berdasarkan UU Nomor
34 Tahun 2004 tentang TNI, militer bukanlah sebuah bagian dari penegak
hukum," ucap dia pada Selasa, 30 Juli 2019.
Saat ini LBH Surabaya sudah meminta agar Polsek Krakasan
segera mengembalikan buku-buku yang disita karena adanya penyitaan produk
literasi tersebut sudah melanggar kebebasan berpendapat yang sudah diatur dalam
pasal 28E UUD 1945.
Sebelumnya adanya penyitaan juga telah terjadi di Kediri
pada 26 Desember 2018 silam. Penyitaan yang dilakukan oleh Kodim Militer 0809
Kediri setelah mendapatkan informasi dari warga. Dari sekian pemeriksaan
tersebut, anggota Kodim menemukan ada 138 buku yang bermuatan komunis, misalnya
seperti "Benturan NU PKI 1948- 1965" dan "Di Bawah Lentera
Merah" karangan dari Soe Hok Gie.
Penyitaan dari buku itu sendiri merupakan sebuah tindakan
yang sudah dilarang dan subjektif, karena buku tersebut merupakan produk
literasi yang menjadi sumber wawasan untuk masyarakat meskipun itu berupa sebuah
wawasan tentang komunis dan PKI.
Penyitaan daribuku-buku yang seperti itu sebenarnya hanya
merugikan masyarakat karena ketika masyarakat yang tidak mengenal betul apa itu
komunis serta PKI maka akan muncul ketakutan-ketakutan yang tidak perlu.