Sebab Hary Tanoe Benci Ahok Setengah Mati
Saat ini bangsa kita yang mayoritas beragama Islam punya dua politisi berdarah Tionghoa dan beragama Kristen Protestan. Kedua politisi itu yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Harry Tanoesudibyo. Dua sosok ini menghiasi dunia perpolitikan tanah air dengan dua sisi warna, hitam dan putih.
Sekalipun mereka berdua sama-sama berdarah Tionghoa dan sama-sama beragama Kristen Protestan, tapi perbedaan keduanya terpaut sangat jauh. Yang satu penjilat penguasa dan bikin partai politik dengan tujuan demi kelancaran kerajaan bisnisnya, yang satunya lagi mengabdi kepada bangsa dan negara dengan tulus dan tanpa pamrih.
Ahok adalah politisi yang tidak mempan intimidasi dan perang urat saraf murahan. Ia mendedikasikan jiwa dan raganya kepada negara dengan menjunjung tinggi integritas dan kejujuran. Sedangkan Harry Tanoe adalah pengusaha sekaligus politisi yang mondar mandir di pusat-pusat kekuasaan.
Hary Tanoe pernah diutus.Cikeas untuk menemui Ketua KPK Antasari Azhar agar tidak memenjarakan besannya SBY, Aulia Pohan, yang saat itu terlibat kasus skandal korupsi. Namun permintaan Hary Tanoe saat itu ditolak Antasari Azhar. Beliau tetap pada pendiriannya dan integritasnya sebagai penegak hukum bahwa hukum adalah panglima di negeri ini dan keadilan harus ditegakkan. Lagipula, KPK sudah punya protap yang tidak bisa diutak-atik oleh siapapun.
Sekalipun sama-sama berdarah Tionghoa dan sama-sana beragama Kristen Protestan, Hary Tanoe tidak mau mendukung Ahok. Hary Tanoe lebih memilih mendukung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Sebelum mendukung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, Hary Tanoe secara terang-terangan mendukung Yusril Ihza Mahendra yang kala itu maju sebagai kandidat calon Gubernur DKI Jakarta untuk melawan Ahok.
Seluruh MNC Group serta stasiun-stasiun televisi yang dimilikinya kerap menayangkan berbagai pemberitaan-pemberitaan yang menyudutkan Ahok. Selama masa Pilkada DKI Jakarta 2017, iNews TV miliknya menayangkan acara-acara dan running text dengan pesan-pesan yang provokatif dan memfasilitasi penolakan terhadap Ahok.
Tentu saja pasti ada sebab dan musababnya kenapa Hary Tanoe tidak ingin Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta lagi. Sejak demokrasi parlementer 1955 dan demokrasi presidensial tahun 1973 serta reformasi 1998, belum pernah terjadi hiruk pikuk dan gonjang ganjing yang panas seperti pada Pilkada Jakarta kali ini. Akal sehat nyaris hilang, emosi dan sentimen kepentingan terselubung sangat mendominan.
Hanya Tuhan yang tahu isi hatinya kenapa Hary Tanoe tidak mau mendukung Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta lagi sekalipun Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok mengalami perubahan yang luar biasa pesat, baik infrastruktur maupun program-program kesejahteraan.
Saya tidak ingin berandai-andai bahwa Hary Tanoe tidak mendukung Ahok disebabkan oleh maksud tersebunung. Penciptaan pemerintahan yang bersih dan open government yang dilakukan Ahok selama ini tidak berarti bahwa kaum Borjuasi (istilah Gus Dur, bagian dari masyarakat madani) seperti Hary Tanoe akan mendukung Ahok.
Yang terjadi justru sebaliknya, kelompok multikultural lawan monokultural, kelompok inklusif lawan eksklusif, kelompok pluralis lawan singularis, kelompok nasionalis lawan agamis, begitu seterusnya.
Seiring datang dan perginya sang waktu dan selagi bumi masih berotasi pada porosnya dan berevolusi mengelilingi Matahari, kehidupan manusia dalam relasi politik tidak pernah jauh dari lejahatan korporasi.
Setiap orang sah-sah saja membenci Ahok karena satu dan lain hal, tapi yang ingin saya garis bawahi disini, membenci Ahok karena ada niat terselubung jelas-jelas adalah perbuatan terkutuk, baik di bumi maupun di akhirat.
Saya tidak ingin berandai-andai bahwa Hary Tanoe tidak mendukung Ahok disebabkan oleh maksud tersebunung. Penciptaan pemerintahan yang bersih dan open government yang dilakukan Ahok selama ini tidak berarti bahwa kaum Borjuasi (istilah Gus Dur, bagian dari masyarakat madani) seperti Hary Tanoe akan mendukung Ahok.
Yang terjadi justru sebaliknya, kelompok multikultural lawan monokultural, kelompok inklusif lawan eksklusif, kelompok pluralis lawan singularis, kelompok nasionalis lawan agamis, begitu seterusnya.
Seiring datang dan perginya sang waktu dan selagi bumi masih berotasi pada porosnya dan berevolusi mengelilingi Matahari, kehidupan manusia dalam relasi politik tidak pernah jauh dari lejahatan korporasi.
Setiap orang sah-sah saja membenci Ahok karena satu dan lain hal, tapi yang ingin saya garis bawahi disini, membenci Ahok karena ada niat terselubung jelas-jelas adalah perbuatan terkutuk, baik di bumi maupun di akhirat.