Guru Dasrul:
Disiplinkan Siswa, Balik Ditonjok, Cari Keadilan ke MK
Jakarta - Guru Dasrul disiplinkan
siswanya yang nakal. Tapi Dasrul malah mendapatkan bogem mentah dari siswa dan
orang tuanya hingga tulang hidungnya patah. Kini Dasrul mencari keadilan ke
Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam catatan detikcom, Rabu
(24/5/2017), Dasrul awalnya menegur siswanya, AS pada Agustus 2016. Tapi AS
malah mengumpat dengan kata-kata kotor kepada Dasrul. Guru SMKN 2 Makassar itu
lalu mendisiplinkan siswanya tersebut.
Bukannya menuruti arahan gurunya,
AS malah mengadukan hal itu ke ayahnya, Adnan Ahmad. Sang ayah naik pitam dan
bersama AS mendatangi Dasrul. Tanpa babibu, bogem mentah melayang ke muka
Dasrul. Darah pun mengucur dari hidung Dasrul.
"Saya emosi sewaktu mau
menanyakan mengapa dia memukul anak saya, saat saya hampiri mukanya kelihatan
emosi jadi saya pukul," tutur Adnan.
Dasrul tak terima dengan hal itu
dan melaporkan perbuatan AS dan Adnan ke polisi. Suasana semakin panas karena
AS dan Adnan ikut melaporkan balik Dasrul. Demo pun muncul di Makassar meminta
Dasrul tidak dikriminalisasikan.
Kasus pun bergulir ke pengadilan.
AS dan Adnan diadili dalam berkas terpisah. Awalnya Dasrul memaafkan AS
sehingga AS tak perlu menjalani proses persidangan.
"Pak Dasrul dengan kebesaran
jiwanya telah memaafkan AS, kedua pihak telah menempuh jalan damai, dengan
demikian sidang lanjutan pada AS tidak ada lagi, kami berterimakasih dan
memohon maaf pada Pak Dasrul dan keluarganya," tutur kuasa hukum AS, Gafur
di PN Makassar pada 6 September 2016.
Namun belakangan, maaf itu
dicabut sehingga AS tetap harus diadili. Kuasa hukum Dasrul, Aziz Pangeran
menyebutkan pembatalan diversi yang dilakukan oleh Dasrul berdasarkan
pertimbangan pribadi Dasrul dan keluarganya. Selain itu juga atas masukan
pengurus PGRI Sulsel dan rekan sejawat Dasrul di SMKN 2 Makassar.
"Secara pribadi Dasrul telah
memaafkan kasus pemukulan muridnya, namun pembatalan diversi ini bertujuan
memberikan efek jera bagi pelaku dan pembelajaran bagi siswa-siswa lainnya agar
tidak melakukan kekerasan terhadap gurunya," ucap Aziz.
Setelah hampir setahun berlalu,
Dasrul kini mencari keadilan ke MK. Bersama guru konseling di SMA Pusaka I
Duren Sawit, Jakarta Timur, Hanna Novita Purnama, Hanna meminta UU Perlindungan
Anak diberi tafsir tegas sehingga tak jadi pasal karet. Aturan yang dimaksud
yaitu Pasal 9 ayat 1a UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam
pasal itu disebutkan:
Setiap anak berhak mendapatkan
perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang
dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama perserta didik dan/atau
pihak lain.
Padahal Pasal 14 UU Guru dan
Dosen menyatakan:
Dalam melaksanakan tugas, guru
berhak memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan
kelulusan penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
Oleh sebab itu, pemohon meminta
UU Perlindungan Anak diberikan tafsir yang jelas, tidak multitafsir
"Tidak mencakup tindakan
guru dan tenaga kependidikan yang sungguh-sungguh memberikan sanksi dan atau
hukuman yang bersifat mendidik untuk tujuan pembinaan atau tindakan
mendisiplinkan peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan
peraturan perundangan," papar kuasa hukum Dasrul-Hanna, M Asrun dalam
permohonannya.