Penyebab Pernikahan
Anak karena Kemiskinan dan Pendidikan Rendah
Koalisi Perempuan Indonesia
mengeluhkan masih banyaknya pernikahan terhadap anak. Tiap tahun, rata-rata ada
2 juta anak Indonesia yang melakukan pernikahan yang disebabkan karena tingkat
pendidikan rendah dan kemiskinan.
Sekjen Koalisi Perempuan
Indonesia Dian Kartikasari mengatakan, salah satu penyebab pernikahan anak
karena belum adanya payung hukum yang melarang pernikahan anak. Dalam UU
Perkawinan, batas usia pernikahan adalah 16 tahun untuk wanita. Padahal,
menurut UU Perlindungan Anak, umur 16 tahun masih masuk dalam kategori
anak-anak.
Setiap tahun rata-rata ada 4 juta
perkawinan. Jadi, hampir 2 juta itu jumlah perkawinan anak dan di desa
jumlahnya tiga kali lipat lebih banyak dari perkotaan. Rata-rata perkawinan
anak ini kan alasannya karena kemiskinan.
Dian mengatakan, rata-rata
perkawinan anak dilakukan oleh keluarga dengan tingkat ekonomi dan pendidikan
rendah. Perkawinan anak juga kebanyakan terjadi di desa-desa.
Anak-anak yang kemudian kawin
anak ini karena dia lama tidak membaca tulis maka dengan cepat dia menjadi buta
huruf dan anak-anak yang buta huruf ini tidak punya daya untuk mendorong
anak-anaknya untuk pendidikan. Artinya jumlah anak-anak putus sekolah yang
tinggi juga disebabkan karena akibat perkawinan anak.
Sedangkan, Ketua Yayasan
Kesehatan Perempuan, Zumrotin K. Susilo, meminta pemerintah harus segera
merevisi UU Perkawinan tentang batas usia perkawinan. Dia menilai, pernikahan
anak itu berdampak negatif pada kesehatan dan psikologis.
Dalam UU itu menyebutkan anak
perempuan boleh menikah di usia 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Pernikahan di
usia 16 tahun itu dampaknya sangat jelas sekali, dampak kesehatan, kesehatan
itu fisik dan mental. Berdampak juga pada sumber kualitas SDM, pasti dia tidak
berpendidikan tinggi dan dia akan cari kerja sulit atau hanya sampai pada
menjadi TKW atau pembantu runah tangga. Dampak pendidikan dampak sosial itu dia
akan mengalami suatu mengurung diri untuk dalam pergaulan sosial