Australia Minta ASEAN
Waspada Ancaman Teror Teknologi Tinggi
Otoritas Australia memperingatkan
negara-negara Asia Tenggara soal ancaman teror berteknologi tinggi. Australia
menyebut penggunaan aplikasi pesan singkat terenkripsi untuk merencanakan
serangan teroris sebagai ancaman terbesar bagi intelijen saat ini.
Dalam forum KTT ASEAN-Australia
di Sydney, seperti dilansir AFP, Sabtu (17/3/2018), Menteri Dalam Negeri
Australia, Peter Dutton, menyebut penggunaan 'jaringan internet gelap' oleh
para ekstremis dan pelaku kejahatan merupakan persoalan yang meluas.
"Penggunaan aplikasi pesan
terenkripsi oleh para teroris dan pelaku kriminal berpotensi menjadi kemunduran
paling signifikan bagi kemampuan intelijen di era modern," ucap Dutton
memperingatkan.
Di hadapan para pemimpin
negara-negara Asia Tenggara, Dutton menegaskan hanya ada satu cara untuk
mengatasi ancaman dan peningkatan penggunaan internet oleh kelompok radikal
seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), yakni kebersamaan.
"Sementara negara-negara
kita fokus menangkal ancaman terorisme yang muncul secara domestik, akan
menjadi sebuah kesalahan untuk menangani persoalan ini dari perspektif nasional
semata," ujarnya.
"Terorisme dan ekstremisme
kekerasan melebihi perbatasan nasional. Menangkal ancaman memerlukan upaya
regional yang bersatu dan kohesif dengan melibatkan koordinasi antara keamanan
nasional dan
Rencananya, sebuah memorandum
atau MoU akan dirilis pada akhir KTT ASEAN-Australia pada Sabtu (17/3) waktu
setempat. Dilaporkan akan ada kesepakatan untuk mengumpulkan sumber daya
kepolisian dan intelijen siber di kawasan Asia Tenggara dan Australia untuk
pertama kalinya.
Surat kabar The Australian
melaporkan MoU itu akan mengatur pembentukan satuan tugas digital forensik dan
kerangka kerja legislatif untuk mengatur proses peradilan para pelaku nantinya.
Otoritas Australia sebenarnya
telah membantu negara-negara Asia Tenggara untuk memutus pendanaan teroris dan
menangkal terorisme. Namun masalahnya kini meluas setelah kebanyakan militan
ISIS terpaksa kabur dari Suriah dan Irak karena semakin terdesak.
Banyak militan yang memilih
kembali ke negara masing-masing. Salah satu ancaman ISIS muncul di Marawi,
Filipina sejak tahun lalu, ketika militan pro-ISIS berusaha menduduki kota itu
untuk menjadikannya markas baru di Asia Tenggara. Australia membantu Filipina
untuk merebut Marawi kembali.