Apa yang Terjadi Bila
Erdogan Menang atau Kalah?
Pemilihan umum Turki berlangsung
pada Minggu (24/6) di tengah upaya Presiden Recep Tayyip Erdogan meneruskan
masa jabatannya yang kedua.
Sebanyak 60 juta rakyat Turki
dapat memberikan suara mereka sebanyak dua kali mulai pukul 08.00 waktu
setempat. Satu suara untuk pemilihan legislatif, lainnya untuk pemilihan
presiden.
Pada pemilihan presiden, Erdogan
merupakan sosok yang diprediksi bakal menang. Namun, dia menghadapi persaingan
ketat dari kandidat Partai Republik Rakyat (CHP), Muharrem Ince.
Apa yang dikatakan kedua
kandidat?
Baik Erdogan maupun rival
utamanya, Muharrem Ince, sama-sama menggelar pawai besar-besaran pada Sabtu
(23/6)hari terakhir kampanyedan saling menuding bahwa lawannya tidak pantas
memimpin Turki.
Ince, yang kampanyenya telah
menggalang kembali kekuatan oposisi, berjanji membuat Turki tidak terperosok ke
dalam kekuasaan otoriter di bawah Erdogan.
"Jika Erdogan menang,
ponsel-ponsel Anda akan terus dikupingi. Ketakutan akan kembali berjaya. Jika
Ince menang, pengadilan akan independen," cetusnya di hadapan sekitar
sejuta orang di Istanbul.
Ince juga mengatakan bahwa jika
dirinya terpilih, dia akan mencabut status darurat dalam 48 jam. Status darurat
yang diterapkan Erdogan saat terjadinya kudeta membuat pemerintah dapat
melangkahi parlemen.
Di lain pihak, Presiden Erdogan
yang menjabat perdana menteri selama 11 tahun sebelum menjabat presiden pada
2014menggunakan metafora dalam kampanyenya.
"Apakah kita akan memberikan
mereka tamparan Ottoman (teknik untuk menjatuhkan seseorang) besok?"
Dia menuduh Ince mantan guru dan
anggota parlemen selama 16 tahun tidak punya keahlian untuk memimpin.
"Satu hal untuk menjadi guru
fisika, tapi beda lagi untuk memimpin negara. Menjadi presiden perlu
pengalaman," sebutnya.
Erdogan kemudian berjanji kepada
para pendukungnya untuk menciptakan proyek infrastruktur besar untuk mendorong
ekonomi, jika dia terpilih kembali.
(GettyImages. Seorang perempuan
masuk ke bilik suara diikuti oleh anaknya di Ankara, Turki, Minggu
(24/6).Bagaimana pemungutan suara berlangsung?)
Dua pemilihan berlangsung secara
bersamaan pada Minggu (24/6). Satu untuk memilih presiden, satunya untuk
memilih anggota parlemen.
Pada pilpres, sebanyak enam
kandidat tersedia untuk dipilih. Jika salah satu dari mereka meraih lebih dari
50% suara, dia dipastikan langsung memenangi pilpres.
Namun, jika tidak ada seorang
kandidat pun yang mencapai lebih dari 50% suara, pilpres putaran kedua akan
digelar pada 8 Juli mendatang.
Pada pemilihan legislatif, Partai
AK (AKP) selaku partai berkuasa akan menghadapi persaingan ketat untuk
menduduki sebagian besar dari 600 kursi di parlemen.
Salah satu partai oposisi yang
menjadi rival AKP adalah Partai Demokratik Rakyat (HDP) yang pro-Kurdi. Rival
lainnya adalah Partai Republik Rakyat (CHP) dari poros kiri-tengah.
Yang utama adalah ekonomi. Mata
uang Turki, lira, telah mengalami hantaman. Apalagi, inflasi sudah menyentuh
11%. Akibatnya, rakyat awam kini tengah dilanda himpitan.
Topik lainnya adalah terorisme
mengingat Turki menghadapi serangan dari milisi Kurdi dan milisi kelompok ISIS.
Koresponden BBC di Turki, Mark
Lowen, mengatakan Turki kini terbagi menjadi beberapa kubu, semisal antara
komunitas Kurdi dan nasionalis serta antara kubu sekuler dan agamis.
Apakah pemilu bakal berjalan
jujur dan adil?)
Tempat-tempat pemungutan suara
dibuka dengan pengawalan ketat. Di Istanbul, lebih dari 38.000 polisi
dikerahkan untuk menjaga TPS-TPS.
Kekhawatiran soal keamanan
mencuat, khususnya di kawasan tenggara yang dihuni komunitas Kurdi.
Apa yang terjadi jika Erdogan
menang?
Dia akan memulai masa jabatannya
yang kedua dengan supergesit.
Dulu jabatan presiden di Turki
tak lebih dari jabatan seremonial. Namun, pada April 2017, 51% pemilih Turki
mendukung konstitusi baru yang memberikan presiden sejumlah wewenang.
Di antaranya:
Menunjuk langsung pejabat publik di posisi
penting, termasuk menteri dan wakil presiden
Mencampuri sistem hukum
Menerapkan status darurat
Menghapus jabatan perdana menteri
Pihak pengritik menuding Erdogan
mencoba memerintah seorang diri, dan lawan politiknya menyebut kekuasaannya
tidak akan mendatangkan perubahan.
Jika pilpres dan pemilihan umum
legislatif sama-sama dimenangi Erdogan dan AKP, lanskap politik Turki tidak
akan banyak berubah.
Namun, jika hasilnya berbeda,
ketidakstabilan politik dikhawatirkan bisa terjadi.
Sejak percobaan kudeta pada 2016,
Turki telah mengalami masa sulit. Lebih dari 160.000 orang ditahan, menurut
PBB, sebagai bagian dari upaya pembersihan pengaruh Fethullah Gulenulama yang
dituding pemerintah Turki berada di balik upaya kudeta.
Gulen sendiri membantah
keterlibatan apapun.