Najib Kian Tersudut:
Terseret Pembunuhan Model Cantik Mongolia
Nama mantan Perdana Menteri (PM)
Malaysia Najib Razak ikut diseret dalam kasus pembunuhan model cantik asal
Mongolia, Altantuya Shaariibuu, yang akan diselidiki kembali oleh otoritas
Malaysia.
Hal ini pun disinyalir bakal
makin menyudutkan Najib yang terjerat dalam pusaran skandal mega korupsi
1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Pekan ini, Jaksa Agung Malaysia
Tommy Thomas mengisyaratkan penyelidikan kasus pembunuhan Altantuya akan dibuka
kembali. Ini disampaikannya setelah bertemu dengan ayah mendiang Altantuya, Dr
Shaariibuu Setev, yang mengunjungi Malaysia dalam rangka mencari keadilan bagi
putrinya.
"Saya bisa mengonfirmasi
kita membuka kembali penyelidikan," tegas Kepala Kepolisian Federal
Malaysia, Inspektur Jenderal Polisi Mohamad Fuzi Harun kepada media Malaysia,
The Star, Kamis (21/6/2018).
"Kami membuka kembali
penyelidikan berdasarkan pada laporan polisi yang lama dan laporan baru yang
diajukan di Dang Wangi," ujar Mohamad Fuzi, merujuk pada lokasi markas
Kepolisian Kuala Lumpur.
Terpisah, Najib membantah
terlibat dalam kasus pembunuhan model Mongolia itu. Dia mengaku tak ada
bukti-bukti yang menunjukkan keterlibatannya.
"Kasus Altantuya telah
ditangani. Tidak ada bukti apapun soal saya pernah bertemu dengannya, tidak ada
dokumen, tidak ada foto atau saksi mata untuk menyebut saya mengenalnya,"
ucap Najib dalam wawancara eksklusif dengan Reuters.
Altantuya berusia 28 tahun saat
dibunuh di sebuah hutan dekat Subang Dam, Puncak Alam, Shah Alam, Malaysia
tahun 2006. Dia diyakini ditembak mati sebelum jenazahnya diledakkan hingga
hancur berkeping-keping. Tahun 2009, dua mantan polisi Malaysia bernama Sirul
Azhar Umar dan Azilah Hadri divonis mati atas pembunuhan ini.
"Kasus itu telah disidangkan
secara patut dan nama saya tidak muncul selama persidangan," sebut Najib.
"Saya siap direkam untuk disumpah di sebuah masjid dalam nama Allah bahwa
saya tidak terlibat kasus ini," tegasnya.
Di sisi lain, kelompok-kelompok
masyarakat sipil menduga pembunuhan Altantuya terkait perannya sebagai
penerjemah dan rekan Abdul Razak Baginda, mantan penasihat Najib. Sebab,
Altantuya diduga mengetahui korupsi pembelian dua kapal selam kelas Scorpene
dari perusahaan raksasa Prancis, DCNS tahun 2002.
Pembelian kapal selam itu diduga
kuat sarat penyuapan. DCNS disebut-sebut membayar 'komisi' lebih dari 114 juta
Euro kepada beberapa pejabat Malaysia. Dicurigai, Altantuya mengetahui praktik
penyuapan itu dan dibunuh untuk dibungkam. Najib sebelumnya telah membantah
tuduhan terkait Altantuya maupun tuduhan korupsi dalam pembelian kapal selam
tersebut.
Namun diketahui bahwa pembelian
kapal selam itu terjadi saat Najib menjabat Menteri Pertahanan Malaysia antara
tahun 2000-2008 dan Abdul Razak menjadi penasihatnya. Baik Sirul maupun Azilah
masih aktif menjadi pengawal Najib saat pembunuhan terjadi.
Pertanyaan soal motif dan siapa
yang memerintahkan pembunuhan Altantuya tak pernah terjawab.
Abdul Razak sempat didakwa
bersama-sama Sirul dan Azilah. Namun dia dibebaskan pada 31 Oktober 2008
setelah pengadilan menyatakan tidak ada bukti konkret yang menunjukkan dia
terlibat.
Sirul sendiri melarikan diri ke
Australia untuk menghindari hukuman mati. Beberapa waktu lalu dalam wawancara
dengan Malaysiakini, Sirul yang masih ada di Australia mengaku bersedia
membantu pemerintah baru Malaysia untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi
dalam kasus itu.
Menanggapi hal itu, pemerintahan
PM Mahathir Mohamad terbuka pada peluang mencabut hukuman mati yang dijatuhkan
terhadap Sirul agar dia bisa diekstradisi dari Australia. Sirul ditangkap dan
ditahan di pusat penahanan imigrasi Australia sejak Januari 2015.
"Sirul tidak bisa kembali ke
Malaysia karena Australia tidak akan mengizinkan siapapun yang menghadapi
hukuman mati untuk dipulangkan. Kita mungkin saja mencabut vonis matinya, tapi
menggantinya dengan hukuman penjara," kata Mahathir dalam konferensi pers
pada 9 Juni lalu.