Pengungsi Yaman yang
Tiba di Jeju Melonjak, Ini yang Dilakukan Korsel
Korea Selatan (Korsel) akan
memperketat aturan hukum yang mengatur kedatangan para pengungsi. Ini dilakukan
menyusul melonjaknya jumlah pencari suaka Yaman, yang memicu sentimen
antipengungsi di negara tersebut.
Kementerian Kehakiman Korea
Selatan menyatakan seperti dilansir kantor berita Reuters, Jumat (29/6/2018),
lebih dari 552 orang dari Yaman telah tiba di pulau resor Jeju antara Januari
dan Mei lalu. Jumlah ini lebih besar dari 430 warga Yaman yang tercatat pernah
mengajukan status pengungsi di Korsel.
Pemerintah Korsel sejauh ini,
baru memberikan status pengungsi untuk 839 orang saja sejak tahun 1994.
Lonjakan mendadak kedatangan pengungsi Yaman tersebut telah memicu keprihatinan
bahwa banyak dari mereka yang bisa lebih mencari keuntungan ekonomi, daripada
perlindungan. Dan bahwa mereka bisa memicu meningkatnya kejahatan dan
masalah-masalah sosial lainnya.
Dalam dua pekan terakhir, lebih
dari 540 ribu warga Korsel telah menandatangani petisi online untuk
kepresidenan, yang meminta pemerintah untuk menghapus atau mengubah entri
non-visa dan pemberian status pengungsi kepada pemohon.
Merespons lonjakan pengungsi
Yaman tersebut, Kementerian Kehakiman menyatakan akan merevisi Undang-Undang
Pengungsi untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran. Korsel juga akan menambah
jumlah petugas yang memeriksa aplikasi pengungsi sehingga bisa "segera
meninjau dan memverifikasi identitas secara menyeluruh, sehingga dapat dengan
cermat meninjau potensi masalah termasuk terorisme dan kejahatan kekerasan".
Otoritas Korsel pun telah
memblokade para pencari suaka di Jeju sehingga tak bisa meninggalkan pulau
tersebut. Dan pada 1 Juni lalu, pemerintah Korsel mengeluarkan Yaman dari
daftar negara-negara yang tidak memerlukan visa untuk masuk ke negara tersebut.
Yaman saat ini tengah dilanda
perang saudara yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir. Awal tahun
ini, badan-badan kemanusiaan mengingatkan bahwa negara tersebut terancam
mengalami kelaparan, jika perang terus mengganggu pengiriman bantuan pangan.