Banyak Orang
Mengambang Pada Tsunami Selat Sunda
HARIAN44 - Tsunami Selat Sunda
menyisakan trauma bagi keluarga Andi Suhandi (49) dan Tati Rumsiati (49).
Keluarga asal Cirebon, Jawa Barat, itu menjadi korban terdampak tsunami saat
berlibur di Ujung Kulon, Banten, Sabtu (22/12).
Tati dan keluarganya selamat dari
terjangan tsunami. Tati tampak emosional saat menceritakan detik-detik
keluarganya diterjang tsunami. Dia berangkat berlibur ke Ujung Kulon bersama
lima keluarganya yang berasal dari Jakarta. Tati berangkat dari Cirebon bareng
suami, Andi, dan dua anaknya.
Menurut Tati, keluarganya
berangkat dari Cirebon sekitar pukul 07.00 WIB, Sabtu (22/12), menuju Jakarta
untuk bertemu dengan saudara-saudaranya. "Totalnya itu ada 22 orang dari
enam keluarga yang berangkat ke Banten. Dari Jakarta itu berangkat ke sore.
Sampai Banten itu magrib," kata Tati saat ditemui detikcom di kediamannya,
Dusun Wage, Desa Beber, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis
(27/12/2018).
Rombongan keluarga Tati menginap
di Resort Cinibung yang berada di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Dia dan
rombongan langsung menyantap makan malam di pinggir pantai. Tak ada angin
berembus. Saat itu, menurut Tati, air laut begitu tenang. Pantai terasa hening.
"Jarak dari resort ke pantai
itu sekitar 100 meter. Saya sempat heran, ombaknya itu tak ada. Gerah, enggak
ada angin. Waktu itu kan memang sedang purnama," tutur Tati.
Usai menyantap makan malam, Tati
bergegas menuju penginapannya. Begitu pun rombongan keluarganya yang sepakat
untuk istirahat terlebih dahulu. Rombongan keluarga Tati berencana menikmati
keindahan Ujung Kulon pada keesokan harinya, Minggu (23/12/2018).
"Saya sama suaminya dan
kedua anak saya itu tidur semua, itu setelah salat isya. Kami berempat tidur
sekamar di resort itu. Satu kamar satu keluarga, kan ada enam keluarga,"
ucapnya.
Beberapa jam setelah Tati dan
keluarganya tertidur, tiba-tiba gelombang tsunami menyapu pantai dan menerjang
penginapannya. Saat itu, dia dan keluarganya masih tertidur pulas.
Tati langsung terbangun.
Kondisinya sudah mengambang dan terombang-ambing gelombang tsunami. Beberapa
bagian dinding kamar penginapan roboh. Tati dan keluarganya terjebak di kamar.
"Saya bangun, saya lihat
banyak puing-puing dan orang mengambang. Enam kamar yang kami huni itu
diterjang gelombang, pada roboh dinding. Bahkan ada yang rata dengan
tanah," kata Tati seraya tangannya mempraktikkan saat dirinya berenang.
Tiba-tiba Tati berhenti
bercerita. Dia berkali-kali mengucapkan syukur dan menyebut kebesaran Allah.
"Alhamdulillah. Allahuakbar, Allahuakbar. Saya dan keluarga selamat,"
ujarnya.
Tati melanjutkan ceritanya. Dia
masih tak menyangka bahwa gelombang tsunami telah menerjang keluarganya.
"Saya sempat kaget, ini
mimpi apa nyata? Tiba-tiba anak saya menjerit bahwa ini tsunami. Saya langsung
menyebut nama Allah dan istigfar," tutur Tati.
Mulut Tati tak berhenti menyebut
nama Allah saat diterjang tsunami. Hingga akhirnya air laut surut. Namun, Tati
dan keluarganya masih khawatir adanya gelombang susulan. Tati berpegangan
tangan dengan keluarganya. Benar saja, gelombang susulan terjadi beberapa saat
setelah gelombang pertama surut.
"Kami pegangan. Pertama itu
ketinggian air sekitar dua meter, terus surut. Tapi gelombang susulan terjadi.
Kami terombang-ambing di air selama tsunami itu," katanya.
Setelah gelombang kedua surut,
Tati langsung mencari jalan menuju dataran yang lebih tinggi. Namun, dia
kesulitan karena kondisi saat itu listrik mati.
"Gelap sekali. Saya melihat
lampu motor waktu itu dari kejauhan, kami menuju ke arah sana," ucap Tati.
Gelombang tsunami memisahkan
keluarga Tati dengan rombongannya. Tati bersama keluarganya langsung menuju
dataran tinggi, menuju bukit yang berada di sekitar lokasi. Tati tak
menghiraukan rasa sakit tubuhnya yang luka-luka akibat benturan saat
terombang-ambing di air.
"Rasa sakit itu tidak saya
rasakan. Saya terus jalan menuju bukit. Keluarga saya pada luka-luka, lecet,
memar, ada juga yang dijahit," ucapnya.
Semalaman Tati dan keluarganya
berada di bukit. Barang-barang milik Tati dan keluarganya sudah raib diterjang
gelombang tsunami. Keesokan harinya, Minggu (23/12/2018) Tati dan keluarganya
langsung bergegas turun ke bukit. Tak lama setelah turun ke bukit, diakui Tati,
muncul imbauan akan ada tsunami susulan. Tati langsung bergegas menuju bukit
kembali.
"Kami naik lagi ke sana
(bukit). Setelah dinyatakan aman, kami turun meminta bantuan Basarnas. Kami
dievakuasi oleh warga sekitar dan Basarnas, dibawa ke Puskesmas," kata
Tati.
Wanita yang bekerja di BKKBN ini
mengaku bertemu kembali dengan rombongan keluarganya saat dievakuasi di
Puskesmas. "Kami dipertemukan lagi di Puskesmas, 22 orang ini kumpul lagi.
Keluarga saya ada yang bawa bayi usia delapan bulan, Alhamdulillah selamat.
Besoknya kami pulang," tutur Tati.