Trauma Terhadap Ombak
Tsunami
HARIAN44 - Ati duduk di salah
satu sudut kelas SDN Kalanganyar 1 Labuan yang menjadikan posko pengungsian
Kementerian Dalam Negeri. Sambil meminum kopi dan menunggu makannya dia
bercerita betapa tsunami menghancurkan hartanya sebagai penjaja kopi.
"Kan lagi jualan. Jadi
tempat usaha saya itu tepat menghadap ke pantai. Saya lagi begadang, membuat
gorengan. Lalu warga itu berseru 'ayo-ayo ada ombak'. Ombak itu tampak setara
dengan Gunung," katanya Ati kepada HARIAN44, Jumat (28/12/18)
Tanpa pikir panjang dia dan suami
beserta kedua anaknya langsung mengegas motor ke tempat yg aman. Saking
terburu-burunya dia tidak sempat menyelamatkan hartanya.
Sampai besoknya dia pun
memastikan kembali tempat tinggal dan usahanya di Pantai Caringin. Namun hati
bersedih karena semuanya telah rata dengan tanah.
Semenjak itu Ati trauma melihat
ombak. Padahal, katanya, ombak besar di akhir tahun adalah hal biasa baginya.
Walau begitu dia tetap bersyukur masih diberi keselamatan utuh sekeluarga di
saat yang lain harus kehilangan anggota keluarganya.
Ati juga bersyukur kini telah
mendapatkan tempat pengungsian yang nyaman. Sebelumnya dia mengaku telah
berganti dua tempat pengungsian. Ati pindah karena tempat pengungsian
sebelumnya tidak nyaman, baik dari pemberian bantuan maupun respons warga
sekitar.
"Pindah saya, kebetulan yang
dapat di sini. Terjamin di sini," katanya.
Ia pun menjelaskan sejak
mengungsi di sini sudah banyak mendapatkan bantuan .Salah satunya dari PT PLN
(Persero) yang belum lama ini memberikan bantuan berupa kebutuhan pengungsi
seperti selimut, baju, atau juga kebutuhan makanan.
"Saya sebagai pengungsi
berterima kasih kepada pihak yang sudah membantu, sampai saya dan pengungsi
lain merasa kebutuhannya tercukupi tanpa kekurangan apapun," ungkapnya.
Lebih lanjut Ati pun mengaku
bingung akan nasibnya apabila masa-masa recovery atau penanggulangan bencana
berakhir. Apalagi dia kini tidak lagi mempunyai apapun semua telah hilang
ditelan tsunami.
Oleh karena itu, dia pun berharap
bantuan yang datang tidak hanya soal kebutuhan sehari-hari. Ati ingin pemerintah
memperhatikan juga nasib para pengungsi setelah semua harta benda hilang,
termasuk menyediakan mata pencaharian.