Terus Pantau Dolar AS, Takutnya Masih 'Ganas'

http://harian44.blogspot.com/
HARIAN44 - Pekan lalu menjadi periode yang sangat suram bagi pasar keuangan di Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan pasar obligasi pemerintah mengalami koreksi.
Sepanjang pekan lalu, IHSG anjlok hingga 1,8%. Sementara rupiah terdepresiasi hingga 1,38% terhadap dolar AS.

Lalu imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun melesat hingga 11,8 basis poin (bps). Kenaikan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang menurun karena tertekan aksi jual.


Pekan lalu memang penuh ujian bagi pasar keuangan di Asia. Pertama, China menargetkan pertumbuhan ekonomi 2019 di kisaran 6 sampai 6,5%. Lebih lambat dibandingkan pencapaian saat tahun 2018 yang mencapai 6,6%. Padahal pertumbuhan ekonomi 6,6% sudah merupakan yang paling lemah sejak tahun 1990.

Kedua, ada kesan hubungan AS-Korea Utara menegang setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang tanpa hasil di Vietnam. Kantor berita Yonhap melaporkan bahwa Korea Utara berencana mulai membangun kembali misil yang dilucuti tahun lalu.

Aktivitas ini dilakukan di Tongchang-ri. Berdasarkan citra satelit, terlihat ada struktur landasan luncur (launchpad) misil dibangun antara 16 Februari sampai 2 Maret.

pokerjinga.me
Ketiga, Bank Sentral Uni Eropa (ECB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi pada Zona Euro dari 1,7% menjadi 1,1% pada tahun 2019. Namun untuk 2020, proyeksi pertumbuhan ekonomi juga dikoreksi ke bawah dari 1,7% turun menjadi 1,6%.

Berbagai perkembangan tersebut membuat investor tidak berani 'bermain api' dengan instrumen berisiko di negara berkembang di Asia, termasuk di Indonesia. Pelaku pasar pun menjadi aman dengan pulang ke pelukan dolar AS, sang aset aman (safe haven). 

Sepanjang minggu kemarin, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata yang utama dunia) menguat 0,45%. Sejak awal tahun, indeks ini sudah melonjak hingga 1,18%.