harian44 - Aktivis yang ada di Hong Kong akan membatalkan
rencana dalam melakukan demonstrasi yang sedianya digelar pada Rabu
(11/9/2019). Pembatalan aksi tersebut dilakukan untuk mengenang adanya
peristiwa serangan pada tanggal 11 September yang terjadi di Amerika Serikat 18
tahun silam.
Meski begitu, aktivis yang ada Hong Kong akan tetap
mengecam sebuah laporan dalam surat kabar pemerintah China yang juga mengatakan
bahwa para demonstran dalam merencanakan teror besar-besaran yang akan di
lakukan di kota yang dikuasai Negeri Tirai Bambu tersebut, serta berbarengan
dengan peringatan pada 9/11.
Kini Hong Kong telah dilanda dengan kerusuhan yang
terjadi hingga adanya kekerasan, hal tersebut terjadi karena diakibatkan adanya
kemarahan dari masyarakatnya, atas undang-undang yang telah direncananya
memungkinkan ekstradisi ke China, seperti dilansir pada Channel News Asia.
Hal itu ditambah dengan meluasnya seruan untuk melakukan demokrasi
dan otonom bagi Hong Kong. Serta penguasa dari Partai Komunis yang ada di
Beijing untuk meninggalkan kota Hong Kong sendirian, untuk bisa menghindari
intervensi mereka.
Provokasi Media China
" Orang-orang yang fanatik anti-pemerintah saat ini sedang
merencanakan serangan teror besar-besaran, termasuk dalam meledakkan pipa gas,
di Hong Kong pada 11 September," kata China Daily di edisi Hong Kong di
lama Facebook-nya pada hari Selasa bersamaan dengan gambar serangan terhadap
menara kembar yang ada di World Trade Center (WTC).
" Plot teror 9/11 juga ikut mendorong adanya serangan
sembarangan terhadap penutur asli Kanton," lanjut China Daily.
Postingan yang ada di Facebook itu juga menyebutkan
bahwa, " informasi yang bocor adalah sebuah bagian dari strategi yang sudah
direncanakan demonstran radikal di ruang obrolan online mereka."
Harapan Pemimpin Hong Kong
Negara bekas koloni dari Negara Inggris ini, Hong Kong juga
telah kembali ke China pada tahun 1997 di bawah formula " satu negara, dengan
dua system " yang dapat menjamin kebebasan yang tidak dinikmati di oleh daratan.
Juga salah satunya termasuk sistem hukum independen, hingga bisa memicu
kemarahan atas RUU Ekstradisi.
" Harapan saya yang sangat kuat adalah bahwa kita juga
dapat menjembatani kesenjangan kita dengan menegakkan satu negara, dengan ada dua
prinsip sistem, dan Undang-Undang Dasar, serta melalui upaya bersama dalam pemerintah
dan rakyat Hong Kong, " ucap Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam kepada para
pemimpin dari para bisnis.
Lam juga mengatakan bahwa ia akan menarik RUU tersebut,
akan tetapi ada banyak warga Hong Kong khawatir Beijing terus mengikis otonomi
kota tersebut.
Sementara itu, untuk China yang membantah ikut campur serta
menuduh Amerika Serikat, Inggris, dan yang lainnya mengobarkan kerusuhan yang
terjadi di Hong Kong.
Kekhawatiran Demonstran
Para pengunjuk rasa akan membatalkan aksinya pada hari
Rabu waktu setempat. " Dalam solidaritas melawan para terorisme, semua akan
dibentuk protes di Hong Kong akan ditangguhkan pada 11 September, selain itu dari
potensi bernyanyi dan nyanyian," tutur para demonstran dalam sebuah
pernyataan.
Salah satu demonstran yang bernama Karen mengaku, adanya laporan
yang ditulis China Daily yang membuat khawatir. " Ketika mereka mencoba untuk
membingkai seluruh protes dengan kata-kata itu, itu yang membuatku
khawatir," ucapnya.
" Mereka akan memprediksi daripada melaporkan. Saya
pikir orang-orang seperti itu yang membatalkannya hari ini adalah langkah yang
baik untuk di ambil,"lanjut Karen.