Pengalaman Miris Yang Di Alami Titiek Puspa Saat Masa Mudanya


harian44 – Jakarta, Titiek Puspa adalah salah satu seorang diva legendaris dari Indonesia. Ia mengawali kariernya sebagai seorang juara Bintang Radio di usianya pada 17 tahun. Saat ini, Titiek Puspa juga sudah berusia 81 tahun.

Namun, bagi Titiek Puspa tetap terlihat masih prima dan masih aktif berkarya untuk negera tercintanya Indonesia. Dan lagu-lagunya yang diciptakan selalu menjadi hits di masa-masanya.

Sebut saja dirinya sebagai "Dansa Yo Dansa", "Marilah Kemari" dan "Apanya Dong" adalah beberapa lagu dari Titiek Puspa yang begitu legendaris saat ini.

Meski begitu, pencapaian dari Titiek Puspa yang sangat luar biasa ini tidak serta merta langsung diterimanya. Di balik dari karya-karyanya yang besar, ia juga pernah mengalami yang di mana dengan masa-masa sulit dalam hidupnya.

Tumbuh serta berkembang dalam masa penjajahan Jepang, membuat wanita yang satu ini tengah berjuang dalam melawan kanker ini tahu arti pentingnya dalam kehidupan. Berikut ini adalah beberapa pengalaman miris yang dialami oleh dari Titiek Puspa ketika masa muda, yang diceritakan dalam buku karya Alberthiene Endah dengan berjudul Titiek Puspa A Legendary Diva.

Tempe dan Sayur Bening


Pada tahun 1942 adalah di mana tahun yang berat bagi para keluarga Titiek Puspa. Kondisi perekonomian mereka di Indonesia jatuh karena adanya kedatangan Jepang ke Indonesia.

Untuk mencukupi kebutuhan makannya, ibunda dari Titiek Puspa sampai menukarkan perhiasan yang di milikinya dengan kebutuhan pangan pokok serta berjualan sari pati singkong.

Hasil dari jualan tersebut dipakai untuk membeli sedikit lauk pauk. Hampir setiap hari keluarga dari Titiek Puspa hanya makan tempe dan juga sayur bening. Itu pun juga satu orang mendapatkan tempe yang ukurannya tak lebih lebar dari dua jari tangan orang dewasa.

Kutu Rambut dan Kulit


Titiek Puspa juga pernah mengalami hal yang mengerikan yaitu seperti terkena wabah kutu kulit yang terjadi pada masa itu. Untungnya, Titiek Puspa beserta saudara-saudaranya jarang keluar rumah. Sehingga mereka hanya terkena kutu di bagian rambut saja.

Setiap harinya rambut dari Titiek Puspa dan saudara-saudaranya diguyur dengan air panas untuk menghilangkan kutu-kutunya tersebut. Setelah rambut mereka kering, mereka selalu menyisiri rambutnya dengan menggunakan serit untuk menemukan kutu rambut yang menempel di kepala mereka.

Makan Roti Sisa


Saat ayahnya telah mengatakan bahwa Titiek Puspa sudah bisa masuk sekolah, ia sangat senang. Dalam benaknya, masa di dalam sekolah itu akan menjadi sebuah hiburan atas kesulitan yang ia alami. Namun, masa sekolah Titiek Puspa tak seindah yang dibayangankannya.

Kebanyakan murid yang ada di sekolah tersebut berasal dari kalangan yang berada. Mereka selalu membawa bekal seperti roti untuk dimakan saat jam istirahat.


Mengalami kesulitan ekonomi itu membuat Titiek Puspa hanya bisa melihat pemandangan itu. Tak jarang pula dari Titiek Puspa menghabiskan potongan roti yang telah dibuang di lantai oleh murid-murid tersebut.

Makan Kulit Pisang


Ekonomi yang kian hari memburuk kadang hanya membuat keluarga Titiek Puspa tidak bisa makan lagi. Jika sudah dalam kondisi seperti itu, Titiek Puspa kecil malah menyisir jalan yang ada di sekitar rumah untuk mencari makanan yang bisa dimakan.


Bahkan Titiek Puspa sampai pernah memakan kulit pisang yang dbuang oleh para serdadu Jepang. Ibu dua anak ini melahapnya dengan sangat nikmat.