harian44 – saat ini untuk Asosiasi Penyelenggara
Telekomunikasi Indonesia (ATSI) telah mendukung penuh regulasi mengenai
International Mobile Equipment Identity (IMEI) untuk memberantas para ponsel BM
di Indonesia.
Namun, ada juga mereka yang keberatan jika harus
mengeluarkan investasi untuk pengadaan sistem Equipment Identity Register (EIR)
dalam proses validasi IMEI tersebut.
Sikap keberatan operator tersebut telah disampaikan oleh
ATSI sebagai salah satu dari 10 masukan soal regulasi IMEI, yang telah
disampaikan secara resmi kepada Kemkominfo pada tanggal 12 September lalu.
" Mengingat inisiatif hal seperti ini bukan
merupakan sebuah kewajban dalam lisensi operator seluler, ATSI melainkan menginginkan
seluruh biaya pengadaan investasi dalam sistem Equipment Identity Register yang
tidak dibebankan kepada operator seluler," jelas Ketua Umum ATSI, Ririek
Adriansyah, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Investasi pengadaan sistem tersebut, ucap Ririek,
idealnya harus ditanggung oleh para pihak yang benar-benar mendapatkan
keuntungan dari regulasi tersebut. " Kami ingin agar seluruhnya tidak merasa
dibebankan, tapi ke yang mendapatkan keuntungan," lanjutnya.
Ditambahkan Wakil Ketua Umum ATSI, Merza Fachys,
pemerintah dan vendor smartphone merupakan dari dua pihak yang dinilai paling
diuntungkan dari regulasi ini.
Mengutip dari data Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia
(APSI), presentase potensi kerugian pajak yang ditimbulkan akibat ponsel BM sekitar
Rp 2,8 triliun per tahunnya.
Kerugian yang besar tersebut dinilai malah akan dapat
diatasi dengan penerapan regulasi soal IMEI ini, sehingga dalam pemerintahan
dan juga vendor smartphone akan menjadi pihak yang paling diuntungkan. Dalam pembuatan
regulasi ini melibatkan Kemenkominfo, Kemenperin, dan juga Kemendag.
" Jika solusi seperti ini (regulasi IMEI) bisa
mengatasi ponsel BM, maka pemerintah juga akan menjadi yang paling diuntungkan.
Pedagang yang ada menjual barang legal juga akan diuntungkan," tuturnya.
Masukan ATSI untuk Regulasi IMEI
Sikap keberatan dalam mengatasi ATSI mengenai investasi
EIR tersebut merupakan salah satu dari 10 masukan yang disampaikan kepada
Kemkominfo pada tanggal 12 September 2019. Asosiasi tersebut juga akan di minta
regulasi tersebut hanya diberlakukan untuk perangkat seluler barunya.
Perangkat yang telah existing, atau yang sudah ada
sekarang, tidak akan diwajibkan untuk registrasi di sistem pengendalian alat
dan perangkat menggunakan IMEI (SIBINA) dan tidak akan dilakukan pemblokiran.
Ada masukan lainnya yang termasuk regulasi IMEI diminta
tidak diberlakukan bagi Inbound Roamer. Inbound Roamer ini bermaksud untuk merujuk
pada pendatang dari luar negeri, termasuk turis dan pebisnis. Hal ini agar
mereka tidak merasa kesulitan ketika masuk ke Indonesia.
Menteri yang ada terkait juga diminta segera
menandatangani peraturan menteri soal IMEI ini, serta akan menjadikannya
sebagai payung hukum serta tidak akan mengatur hal teknis. Pengaturan teknis
terkait dari tata cara sistem dan untuk pengendalian perangkat berbasis IMEI ini
sebaiknya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan dirjen.
" Awalnya pada bulan Agustus ( adanya penandatanganan
), tapi ada juga beberapa hal yang harus didiskusikan lagi. Usulan dari kami
bahwa , jangan sampai ada yang ditingkat pemerintah mengatur hal-hal yang
bersifat teknis. Teknis di dirjen saja nanti," ucap Merza.